Rabu, 28 Januari 2009

Fatwa Syaikh UtsaiminTentang Rokok

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Merokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Alquran dan As-Sunah serta i'tibar (logika) yang benar. Allah berfirman (yang artinya), "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan." (Al-Baqarah: 195).

Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu. Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat di atas adalah merokok termasuk perbuatan yang mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.

Sedangkan dalil dari As-Sunah adalah hadis shahih dari Rasulullah saw. bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasian harta pada hal yang tidak bermanfaat, bahkan pengalokasian harta kepada hal-hal yang mengandung kemudharatan.

Dalil yang lain, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, "Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan tidak boleh pula membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dari kitab Al-Ahkam 2340).

Jadi, menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syari'at, baik bahayanya terhadap badan, akal, ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.

Adapun dalil dari i'tibar (logika) yang benar yang menunjukkan keharaman rokok adalah karena dengan perbuatan itu perokok mencampakkan dirinya ke dalam hal yang menimbukan bahaya, rasa cemas, dan keletihan jiwa. Orang yang berakal tentu tidak rela hal itu terjadi pada dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisinya, dan demikian sesaknya dada si perokok bila tidak menghisapnya. Alangkah berat ia melakukan puasa dan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu menghalagi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang saleh karena tidak mungkin mereka membiarkan asap rokok mengepul di hadapan mereka. Karena itu, Anda akan melihat perokok demikian tidak karuan bila duduk dan berinteraksi dengan orang-orang saleh.

Semua i'tibar itu menunjukkan bahwa merokok hukumnya diharamkan. Karena itu, nasehat saya untuk saudara-saudara kaum muslimin yang masih didera oleh kebiasaan menghisap rokok agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk meninggalkannya. Sebab, di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah, mengharap pahala dari-Nya dan menghindari siksaan-Nya, semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkan hal tersebut.

Jawaban Atas Berbagai Bantahan

Jika ada orang yang berkilah, "Sesungguhnya kami tidak menemukan nash, baik di dalam kitabullah ataupun sunah Rasulullah saw. perihal haramnya rokok."

Maka, jawaban atas penyataan ini adalah bahwa nash-nash Alquran dan sunah terdiri dari dua jenis;
1. Jenis yang dalil-dalilnya bersifat umum seperti Adh-Dhawabith (ketentuan-ketentuan) dan kaidah-kaidah yang mencakup rincian-rincian yang banyak sekali hingga hari kiamat.
2. Jenis yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada suatu itu sendiri secara langsung.

Sebagai contoh untuk jenis pertama adalah ayat Alquran dan dua hadis yang kami sebutkan di atas yang menunjukkan keharaman merokok secara umum meskipun tidak diarahkan secara langsung kepadanya.

Sedangkan untuk jenis kedua, adalah seperti fiman Allah (yang artinya), "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (dagig hewan) yang disembelih atas nama selain Allah." (Al-Maidah: 3).

Dan firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu." (Al-Maidah: 90).

Jadi, baik nash-nash itu termasuk jenis pertama atau kedua, ia bersifat keniscayaan (keharusan) bagi semua hamba Allah karena dari sisi pengambilan dalil mengindikasikan hal itu.

Sumber: Program Nur 'alad Darb, dari Fatwa Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, dari kitab Fatwa-Fatwa Terkini 2.

Jumat, 26 Desember 2008

Penguasa Negeri Akhirat

(Q.S. Ash-Shaffaat : 39-68)

39. Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan terhadap kejahatan yang Telah kamu kerjakan,

40. Tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa).

Sebagian kenikmatan Surga

41. Mereka itu memperoleh rezki yang tertentu,

42. Yaitu buah-buahan. dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan,

43. Di dalam syurga-syurga yang penuh nikmat.

44. Di atas takhta-takhta kebesaran berhadap-hadapan.

45. Diedarkan kepada mereka gelas yang berisi khamar dari sungai yang mengalir.

46. (Warnanya) putih bersih, sedap rasanya bagi orang-orang yang minum.

47. Tidak ada dalam khamar itu alkohol dan mereka tiada mabuk karenanya.

48. Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya,

49. Seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik.

50. Lalu sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain sambil bercakap-cakap.

51. Berkatalah salah seorang di antara mereka: "Sesungguhnya Aku dahulu (di dunia) mempunyai seorang teman,

52. Yang berkata: "Apakah kamu sungguh-sungguh termasuk orang-orang yang membenarkan (hari berbangkit)?

53. Apakah bila kita Telah mati dan kita Telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah Sesungguhnya kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?"

54. Berkata pulalah ia: "Maukah kamu meninjau (temanku itu)?"

55. Maka ia meninjaunya, lalu dia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka menyala-nyala.

56. Ia Berkata (pula): "Demi Allah, Sesungguhnya kamu benar-benar hampir mencelakakanku,

57. Jikalau tidaklah Karena nikmat Tuhanku Pastilah Aku termasuk orang-orang yang diseret (ke neraka).

58. Maka apakah kita tidak akan mati?,

59. Melainkan Hanya kematian kita yang pertama saja (di dunia), dan kita tidak akan disiksa (di akhirat ini)?

60. Sesungguhnya Ini benar-benar kemenangan yang besar.

61. Untuk kemenangan serupa Ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja"

62. (Makanan surga) itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum[1277].

Sebagian Kesengsaraan di Neraka

63. Sesungguhnya kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim.

64. Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dan dasar neraka yang menyala.

65. Mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan.

66. Maka Sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu, Maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu.

67. Kemudian sesudah makan buah pohon zaqqum itu pasti mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas.

68. Kemudian Sesungguhnya tempat kembali mereka benar-benar ke neraka Jahim.

[1277] Zaqqum adalah jenis pohon yang tumbuh di neraka.

Demikianlah Allah Ta’ala menerangkan keadaan penghuni surga dan neraka, maka barang siapa yang beriman terhadap hari berbangkit, tentang adanya hari pembalasan terhadap segala amal perbuatan manusia, maka hendaklah menyiapkan bekal untuk itu. Apa yang dikisahkan Allah Ta’ala diatas pasti terjadi , ia bukanlah fiksi atau cerita dongeng belaka , adakah yang meragukannya ? kisah diatas tertulis dalam Al-Qur’an adakah yang meragukan ? adakah yang samar dari keterangan diatas ? wahai hati yang dipenuhi oleh segala keinginan dunia , tidakkah engkau meminta dirimu untuk menangis bahwa bekalmu diakhirat belum kamu kumpulkan, apakah engkau melihat saudaramu telah ada yang menaiki tunggangannya dan mengikat tali bekalnya untuk mengumpulkan bekal ataukah engkau tidak melihatnya ? tidakkah engkau juga mengetahui saudaramu yang lain telah pergi dengan membawa bekalnya masing-masing ? ataukah memang engkau tidak peduli dengan kepergian mereka ? tidak menanyakan kenapa mereka pergi ? mereka pergi karena mengetahui adanya tempat yang lebih baik dari tempat yang kamu pijak , mereka tahu rintangan akan menghadang di perjalanan mereka tapi satu yang mereka yakini yaitu sekalipun mereka tertimpa kematian ditengah perjalanan mereka karena beratnya rintangan diperjalanan, mereka yakin akan sampai ke tempat tujuan mereka karena itu adalah janji Penguasa tempat yang mereka tuju . Penguasa Negeri Akhirat. Apakah belum sampai kabar ini kepadamu ?

Kamis, 25 Desember 2008

Hukum Bisnis Sistim MLM

Tentu tidak asing lagi dengan bisnis yang satu ini yaitu Bisnis Multi Level Marketing. Bisnis MLM ini cukup banyak di Indonesia baik yang dilaksanakan secara online ataupun offline ( nggak pakai internet gitu ..). Banyak juga berhasil walaupun mungkin (mungkin loh )lebih banyak yang gagal. Gagal dalam artian tidak berhasil mencapai target yang diimpi-impikan. Namun dari keberhasilan dan kegagalan para pebisnis MLM ini banyak orang yang mempertanyakan mengenai hukum berbisnis dengan cara ini. Kemarin tgl 11 Desember 2008 saya membeli sebuah majalah yang membahas tentang Hukum Berbisnis dengan MLM ini.

Berikut Petikan Isi dari Majalah Tersebut

Telah sampai pertanyaan yang sangat banyak kepada Al-Lajnah Ad-Daimah Li Al-Buhuts Al-Ilmiyah wa Al-Ifta (komisi khusus bidang riset ilmiyah dan fatwa. Beranggotakan ulama-ulama terkemuka di Saudi Arabia bahkan menjadi rujukan kaum muslimin di berbagai belahan bumi) tentang aktifitas perusahaan-perusahaan pemasaran berpiramida atau berjejaring (MLM) seperti BIZNAS dan Hibah Al-Jazirah. Kesimpulan aktifitas mereka adalah berusaha meyakinkan seseorang untuk membeli sebuah barang atau produk agar dia juga mampu meyakinkan orang lain untuk membeli produk tersebut demikian seterusnya. Setiap kali bertambah tingkatan anggota dibawahnya(downline), maka orang yang pertama akan mendapatkan komisi-komisi sangat yang mungkin dia dapatkan sepanjang berhasil merekrut anggota-anggota baru setelahnya kedalam daftar para angota. Inilah yang dinamakan dengan pemasaran berpiramida atau berjejaring (MLM).

Jawaban

Lajnah menjawab pertanyaan diatas sebagai berikut :

Sesungguhnya transaksi sejenis ini adalah haram. Hal tersebut karena tujuan dan transaksi itu adalah komisi dan bukan produk. Terkadang komisi dapat mencapai puluhan ribu sedangkan harga produk tidaklah melebihi sekian ratus. Seorang yang berakal ketika dihadapkan diantara dua pilihan, niscaya ia akan memilih komisi. Karena itu sandaran perusahaan-perusahaan ini dalam memasarkan dan mempromosikan produk mereka adalah menampakkan jumlah komisi yang besar yang mungkin didapatkan oleh anggota dan mengiming-imingi mereka dengan keuntungan yang melampaui batas sebagai imbalan.dari modal yang kecil yaitu harga produk. Maka produk yang dipasarkan oleh perusahaan-perusahaan ini hanya sekedar label dan pengantar untuk mendapatkan komisi dan keuntungan. Tatkala ini adalah hakikat dari transaksi diatas, maka dia adalah haram karena beberapa alasan.:

Pertama: transaksi tersebut mengandung riba dengan dua jenisnya; riba fadhal (penambahan pada salah satu dari dua barang ribawy (yaitu barang yang berlaku pada hukum riba) yang sejenis pada transaksi yang kontan.) dan riba nasi’ah (transaksi antara dua jenis barang ribawy yang sama sebab ribanya dengan tidak secara kontan). Anggota membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar darinya. Maka ia adalah barter uang dengan bentuk tafadhul (ada selisih nilai) dan ta’khir (tidak cash). Dan ini adalah riba yang diharamkan menurut nash (Al-Qur’an dan Sunnah) serta kesepakatan para ulama. Produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanya sebagai kedok untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota (untuk mendapatkan keuntungan dari pemasarannya), sehingga (keberadaan produk) tidak berpengaruh dalam hukum (transaksi ini).

Kedua : ia termasuk gharar (apa yang belum diketahui akan diperoleh atau tidak, dari sisi hakikat dan kadarnya) yang diharamkan menurut syariat, karena anggota tidak mengetahui apakah dia akan berhasil mendapatkan jumlah anggota yang cukup atau tidak? Dan bagaimanapun pemasaran berjejaring atau berpiramida itu berlanjut dan pasti akan mencapai batas akhir yang akan berhenti padanya. Sedangkan anggota tidak tahu ketika bergabung kedalam piramida, apakah dia berada ditingkatan teratas sehingga ia berunyung atau berada ditingkatan bawah sehingga ia merugi. Dan kenyataannya kebanyakan anggota piramida merugi kecuali sangat sedikit ditingkatan atas. Kalau begitu, yang mendominasi adalah kerugian. Dan ini adalah hakikat gharar, yaitu ketidakjelasan antara dua perkara, yang paling mendominasi antara keduanya adalah yang dikhawatirkan. Dan Nabi shollallaahu ’alaihi wa sallam telah melarang dari gharar sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya.

Tiga : apa yang terkandung dalam transaksi ini berupa memakan harta manusia dengan kebatilan, dimana tidak ada yang mengambil keuntungan dari akad ini selain perusahaan dan para anggota yang ditentukan oleh perusahaan dengan tujuan menipu anggota lainnya. Dan hal inilah yang datang nash pengharamannya dalam firman Allah Ta’ala:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (An-Nisa’ : 29)

Empat : apa yang terkandung dalam transaksi ini berupa penipuan, pengkaburan dan penyamaran terhadap manusia, dari sisi penampakan produk seakan-akan itulah tujuan dalam transaksi, padahal kenyataannya adalah menyelesihi itu. Dan dari sisi mereka mengiming-imingi komisi besar yang seringnya tidak terwujud. Dan ini terhitung dari penipuan yang diharamkan. (Nabi) shallallaahu ’alaihi wa sallam telah bersabda,

”Siapa yang menipu maka ia bukan dari saya.” (Shohih Muslim)

Dan beliau juga bersabda

”Dua orang yang bertransaksi jual beli berhak menentukan pilihannya selama belum berpisah. Jika keduanya saling jujur dan transparan, niscaya akan diberkati transaksinya. Dan jika keduanya saling dusta dan tertutup, niscaya akan dicabut keberkahan transaksinya.” (Muttafaqun ’alaihi)

Adapun pendapat bahwa transaksi ini tergolong samsarah (jasa sebagai perantara), maka ini tidak benar. Karena samsarah adalah transaksi (dimana) pihak perantara mendapatkan imbalan atas usahanya mempertemukan barang (dengan pembelinya). Adapun pemasaran berjejaring (MLM) anggotanyalah yang mengeluarkan biaya untuk memasarkan produk tersebut. Sebagaimana maksud hakekat dari samsarah adalah memasarkan barang, berbeda dengan pemasaran berjejaring (MLM), maksud sebenarnya adalah pemasaran komisi dan bukan (pemasaran) produk. Karena itu orang yang bergabung (dalam MLM) memasarkan kepada orang yang akan memasarkan kepada orang yang akan memasarkan dan seterusnya (Pengguna barang tersebut adalah anggota MLM, hal ini dikenal dengan istilah user 100%. Berbeda dengan samsarah, (dimana) pihak perantara benar-benar memasarkan kepada calon pembeli barang.

Adapun pendapat bahwa komisi-komisi tersebut masuk dalam kategori hibah (pemberian), ini tidak benar (selengkapnya baca di Majalah An-Nashihah Volume 14 tahun 1429 H/2008 M)

Sumber : Majalah An-Nashihah Volume 14 tahun 1429 H/2008 M